ADIL ITU PENTING
Berlaku Adil dan
Ihsan
SALAH SATU pensyaratan Khutbah setiap
Jumat, selain wasiat takwa, juga diperintahkan berlaku adil dan ihsan, terutama
dari seorang pemimpin. Dari pemimpin RT yang kecil, sampai pemimpin Negara yang
besar.
Al-Quran menyebut “ Inna Allah ya’muru bi al- ‘ad-li wa al- ihsan…” (Sesungguhnya Allah memerintahkan manusia senantiasa berbuat adil dan ihsan…). Ayat ini pula yang menjadi esensi utama dalam pemerintahan Khalifah Umar Aziz, dengan mewajibkan setiap tema pidato mengutamakan mebaca ayat ini dalam setiap Jumat untuk mengakhiri khutbah yang selama ini keturunan Umayah, mencaci maki keturunan Ali bin Abi Thalib, dan telah berlangsung ratusan tahun lamanya. Akibat perubahan khutbah caci maki mencadi kasih sayang, maka pemerintahannya berlangsung aman, adil dan sejahtera, seperti di zaman moyangnya Khalifah Umar Khattab, RA.
Apakah Adil itu ?.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Adil mempunyai 3 makna (1) Tidak berat sebelah, tidak memihak dalam keputusan (2) Berpihak kepada yang benar atau berpegang kepada kebenaran (3) Berlaku sepatutnya dan tidak bertindak sewenang - wenang. Atau betul-betul memutuskan satu perkara dengan menghukum yang bersalah dalam peradilan.
Ihsan mempunyai 2 makna (1) Berbuat baik (2) Suka berderma yang tidak diwajibkan.(sedekah).
Itulah pengertian adil dan ihsan setelah ditransfer ke dalam Bahasa Indonesia.
Adapun makna aslinya dari Bahasa Arab ialah, Adil berakar dari huruf ‘Ain, Dal dan Lam (‘Adala ) yang artinya ada dua. Pertama, “ Yadullu ‘ala istiwa’ “( Menunjuk sesuatu yang seimbang dan sama ). Kedua, “Yadullu ‘ala I’wijaj “ (Menunjuk sesuatu yang pincang dan tidak sama ). Misalnya hukumnya seimbang atau sesuatu yang sama. Seperti orang yang musyrik kepada Tuhan, disamping percaya ada Tuhan yang benar, juga masih percaya kepada benda yang bukan Tuhan, sehingga disebut berlawanan dan pincang. Misalnya dalam Al-Quran, terdapat banyak hal yang dianggap sama hukumnya seperti orang tua bangka yang tidak sanggup puasa lagi, tapi sudah seimbang jika ia membayar “ fid-yah” satu liter beras perpuasa. (QS.2 : 123 ).
Jadi, adil itu ialah keseimbangan sehingga tidak miring sebelah.
3 perintah:
Banyak ayat yang memerintahkan untuk berbuat adil dan berlaku ihsan kepada terutama seorang pemimpin Diantaranya : “ Sesungguhnya Allah memerintahkan (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan serta membantu kaum kerabat. Dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu, agar kamu dapat mengambil pelajaran (QS.Al-Nahl 9O).
Menurut ulama Tafsir, ayat tersebut adalah ajaran akhlak yang merupakan rangkuman dari semua kebaikan yang diperintahkan dan rangkuman semua kejahatan yang dilarang. Sebagian sahabat nabi mengakui nanti sesudah ayat ini turun, barulah dia terasakan kemantapan hatinya kepada Islam karena telah mampu melaksanakan tiga perintah dan tiga larangan dalam pada ayat tersebut.
Dalam Tafsir Al-Bayan mengakui makna spesifik ketiga perintah dan larangan Al-Quran, yaitu : Pertama, yang dimaksud berbuat “ adil ” ialah betul-betul meyakini keEsaan Allah yang tidak mempunyai syarikat dan mengakui kerasulan Muhammad sebagai rasul terakhir yang harus diteladani, seperti dalam syahadat. Sedang adil terhadap masyarakat ialah betul-betul bergaul dengan masyarakat secara maksimal dengan memberikan hak-hak mereka tanpa diskriminasi dan perbedaan, antara satu dengan yang lain dalam berbagai bidang, hukum atau sosial secara terang-terangan atau tersembunyi.
Kedua, yang dimaksud berbuat “ihsan” ialah memberikan bantuan material dan berusaha mengatasi kesulitan mereka, misalnya dengan mencarikan pekerjaan sehingga mampu mencapai penghidupan yang layak dan sesuai kemampuannya. Tapi ihsan itu lebih afdal jika dilakukan secara sembunyi.
Ketiga, adapun yang dimaksud “ Itai dzil qurba” ( membantu kaum kerabat ), artinya semua bantuan yang diberikan kepada orang lain, berlaku pula bantuan yang diberikan kepada keluarga dekat sesuai hak-haknya, yaitu kalau perlu dapat diberikan mencapai sampai seperlima dari harta yang dibagi. Disamping senantiasa melaksanakan silaturahim sebagaimana layaknya kerabat.
Itulah tiga perintah dalam ayat diatas.
3 larangan.
Pertama, dilarang melakukan “Fahsya’ “ yaitu semua perbuatan yang keji dan menjijikan, seperti berbuat zina dan kikir. Kedua perbuatan itu yakni zina karena merusak jasmani dan keturunan sedang kikir karena merusak pribadi dan masyarakat.
Pertama, dilarang melakukan “Fahsya’ “ yaitu semua perbuatan yang keji dan menjijikan, seperti berbuat zina dan kikir. Kedua perbuatan itu yakni zina karena merusak jasmani dan keturunan sedang kikir karena merusak pribadi dan masyarakat.
Kedua dilarang berbuat “Munkar “ yang dimaksud ialah segala kejahatan yang diingkari baiknya oleh syariat atau diakui buruknya oleh adat. Seperti mencuri, menjudi dan mabuk-mabukan.
Ketiga dilarang “ al-bagh-yu “ yang dimaksud ialah jengkel, bermusuhan dan zalim terus- menerus dalam masyarakat, sehingga ketenteraman dan kedamaian sangat sulit diperoleh. Salah sebuah hadis menyatakan, jika dosa “al-Bag-yu” (permusuhan) dipraktekkan masyarakat, maka bencana secara spontan (krisis ekonomi dan bencana lain) akan segera menimpa, atau bencana yang akan menimpa bagi orang yang suka memutuskan tali persaudaraan (Tafsir Ibnu Katsir II) dan Al-Bayan V).
Agar lebih jelas makna “ Baghyu” dapat dilihat ketika terjadi perang saudara antara Khalifah Ali dengan Gubernur Muawiyah di Damaskus yang membangkang kepada Khalifah dan telah menewaskan ribuan lasykar dari kedua belah pihak, salah seorang lasykar Khalifah bertanya kepada Ali, “ A Musyrikun” ?. (Apakah mereka itu tergolong musyrik) ? Qala La (Tidak), “ A Kafirun ? “ (Apakah mereka telah Kafir) ?. Qala La (Tidak), “ Fama Baluhum ?” (Kalau begitu, bagaimana keadaan mereka) ?. “ Qala ikhwanuna, baghau ‘alaina” (Jawab Ali,: Saudara kita jengkel dan marah kepada kita ).
Dari dialog Khalifah Ali tersebut dengan lasykarnya, ternyata moral Khalifah Ali yang tinggi masih menganggap orang yang membenci dan telah mengangkat senjata, kepadanya hanya dinilai sebagai orang yang jengkel terus menerus dengan istilah “Baghau”
Dengan demikian yang dimaksud “ Bagau atau Bagyu “ ialah orang yang selalu mengembangkan permusuhan yang dapat mengancam ketenteraman masyarakat. Artinya kalau permusuhan politik berjalan terus menerus, maka mustahil ketentraman masyarakat itu dapat dicapai. Sebab itu ayat diatas Tuhan memerintahkan agar senantiasa berbuat adil dan ihsan terutama bagi seorang pemimpin.
Berbuat adil dan ihsan adalah jiwa pertama yang melahirkan kesejahteraan. Dan itulah pula yang menyebabkan Khalifah Umar bin Abdul Aziz mewajibkan dalam setiap khutbah untuk dibaca setiap khatib sebagai p;idato wajib dalam sepekan.
Rasul SAW bersabda : ”Adil itu baik, tapi akan lebih baik jika dilakukan terutama oleh para pemimpin ( Presiden, Gubernur, Bupati, Camat dan Lurah ). Dermawan itu baik, tapi lebih utama jika dilakukan orang-orang yang kaya. Wara’ ( Hati- hati ) itu baik, tapi lebih utama jika dilakukan orang-orang berilmu (ulama). Sabar itu baik, tapi lebih utama jika dilakukan fakir miskin. Malu itu baik, tapi lebih utama jika dilakukan kaum wanita”. (HR.Dailami)
Kontrol social
Agar praktek keadilan dan ihsan itu terpelihara dengan baik, dalam komunitas, terutama dalam tubuh seorang pemimpin, maka kontrol sosial dan pengawasan masyarakat, hendaknya dihidupkan secara kontinyu, seperti dari pihak legislatif, pers, ulama (mubalig) dan mahasiswa.
Jika semua pengontrol itu lumpuh maka keadilan dan keihsanan pasti gagal. Ketika Khalifah Umar Khattab membagikan kain dua meter perorang, sehari sesudahnya ia kumpulkan rakyatnya disuatu lapangan dan menanyakan, “ Apakah anda sudah memperoleh semuanya.? Semuanya menjawab, sudah. “ Apa ada musykil ? “.Seorang pemuda jangkung maju ke hadapan khalifah memerotes, sambil berkata, “kami semua sudah menerima pembagian, tapi khalifah tidak adil”. . “Apa alasannya,” kata Khalifah. ?” Sijangkung melanjutkan protesnya dan berkata, . “Mengapa khalifah yang dadanya lebar cukup menjahit menjadi satu qamis, pasti khalifah mengambil lebih dari dua meter.!”. Dengan tenang Khalifah memanggil puteranya Abdullah untuk menjelaskan, “ Bapak-bapak sekalian, kini saya datang ke tempat ini tanpa qamis karena pembagian saya yang dua meter, saya berikan kepada ayah, .agar cukup sebuah qamis.” Akibatnya, si jangkung meminta maaf. .Demikian menguji keadilan dengan pengawasan di zaman Umar, menyebabkan pemerintahannya berjalan adil, ihsan dan makmur.
Komentar
Posting Komentar